wk-media.com – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, memberikan tanggapan terkait polemik pagar laut yang belakangan ramai dibicarakan.
Menurut Jokowi, polemik ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika status legalnya dijelaskan secara jelas kepada publik.
“Ya yang paling penting itu proses legalnya, prosedur legalnya dilalui atau tidak, betul atau enggak betul?” ujar Jokowi dalam sebuah wawancara yang terekam dalam video yang beredar di media sosial. Video tersebut bersumber dari Solopos.com dan dikutip oleh Kantor Berita Politik RMOL, Jumat, 24 Januari 2025.
Jokowi menjelaskan bahwa pengelolaan lahan oleh pihak swasta biasanya melalui sejumlah tahapan perizinan yang terstruktur dan melibatkan kategori tertentu dalam pengurusannya.
“Itu kan proses dari kelurahan, proses ke kecamatan, proses di kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten, kalau untuk SHM (Sertifikat Hak Milik)-nya. Kalau untuk SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan)-nya di kementerian,” jelas Jokowi.
Ia menilai masalah pagar laut ini sebenarnya tidak sulit untuk diselesaikan, asalkan pemeriksaan dilakukan ke lembaga-lembaga terkait.
“Dicek saja. Apakah proses legalnya, prosedur legalnya semuanya dilalui dengan baik atau tidak? Dan itu tidak hanya di Tangerang, di Bekasi, (tapi) juga di Jawa Timur dan tempat lain,” katanya.
Jokowi juga menekankan pentingnya pengecekan dan investigasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Saya kira, yang paling penting cek itu, investigasi itu,” ujarnya menutup tanggapannya terkait masalah pagar laut.
Sebelumnya, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) membantah tudingan sebagai pemilik pagar bambu sepanjang 30 kilometer yang berada di perairan Tangerang.
Konsultan Hukum PIK 2, Muannas Alaidid, juga menegaskan bahwa PANI bukan pemegang mayoritas Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di lokasi tersebut.
Muannas menjelaskan bahwa lahan yang dimaksud bukan merupakan laut, melainkan sawah milik warga yang terkena abrasi, dengan batas-batas yang telah teridentifikasi secara hukum dan dialihkan secara resmi.
“Pernyataan Menteri ATR/BPN sudah tegas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada hanyalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, tetapi batas-batasnya tercatat dan sah secara dokumen, kemudian dialihkan menjadi HGB dan SHM,” ujar Muannas pada Rabu, 22 Januari 2025.
Ia memastikan bahwa penerbitan HGB dan SHM telah melalui prosedur hukum yang sah. Lahan yang awalnya berupa tambak atau sawah milik warga dialihkan menjadi HGB milik pengembang setelah melalui proses pembelian resmi, pembayaran pajak, dan pengurusan dokumen legal seperti SK Izin Lokasi dan PKKPR.
“Proses penerbitan SHGB dilakukan secara legal. Lahan yang awalnya SHM milik warga dibeli secara resmi, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua prosedur telah terpenuhi,” jelasnya.
(Sumber: RMOL)
Add comment