WkMedia – Kita sering larut dalam kisah cinta yang katanya indah dan sempurna. Tapi ketika ditelaah, banyak dari kisah itu justru berujung pada luka, salah paham, bahkan kematian.
Lihat saja Romeo dan Juliet. Dua anak muda yang baru saling kenal beberapa hari, tapi sudah saling sumpah setia. Ketika Juliet dijodohkan oleh ayahnya, ia meminum ramuan untuk pura-pura mati, agar bisa kabur bersama Romeo.
Sayangnya, kabar ini tidak sampai ke Romeo. Ia mengira Juliet benar-benar meninggal, lalu bunuh diri dengan racun.
Tak lama kemudian, Juliet bangun, melihat kekasihnya sudah tak bernyawa, dan ikut bunuh diri dengan pisau.
Itulah akhir dari cinta yang tak mengenal akal panjang dan bimbingan. Cinta yang sekadar emosi, tanpa keimanan.
Begitu juga dengan kisah legendaris Rama dan Sinta, yang masyhur dari India hingga ke Nusantara.
Konon, Rama adalah pangeran ksatria yang gagah berani. Tapi saat istrinya diculik oleh Rahwana, ia tidak turun tangan langsung, malah meminta tolong pada Hanuman dan pasukan kera.
Dalam Valmiki Ramayana, Uttara Kanda, Section 55, saat Sinta akhirnya kembali dalam keadaan hamil, yang ia dapat bukan pelukan hangat, tapi tuduhan zina.
Dan untuk membuktikan kesuciannya, Sinta harus membakar diri disaksikan oleh suaminya sendiri. Cinta macam apa yang menuntut pengorbanan sedalam itu, tapi tak memberi ruang kepercayaan? Kisah menyakitkan ini bahkan ditampilkan rutin di pentas Candi Prambanan, dengan tema: Sinta Obong.